Karena baru saja sarapan dengan kupat tahu, saya jadi tertarik untuk mengetahui sebenarnya bagaimana asal muasal ketupat dan juga filosofinya. Bentuknya yang manis itu semakin membuat saya penasaran. Setelah saya searching di om google, akhirnya saya tahu filosofi ketupat tersebut. Begini ceritanya :
Ketupat, adalah salah satu makanan tradisional dari banyak ragam yang ada dan terasa lebih nikmat juga istimewa, ketika disajikan di hari Lebaran, di saat kita telah satu bulan lamanya berpuasa memenuhi kewajiban sebagai orang yang bertakwa.
Maka Lebaran tanpa ketupat ibarat seperti sayur tanpa garam, terasa hambar manakala makanan yang satu ini tidak ikut memeriahkan suasana kembalinya kita ke ke fitrian, fitrah sebagai manusia pada mula dicipta.
Masyarakat Jawa tentu mengenal jenis makanan ketupat ini, yang dalam bahasa Jawa disebut kupat. Ketupat adalah makanan yang dibuat dari beras dan dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa (janur) berbentuk kantong, kemudian ditanak dan dimakan sebagai pengganti nasi. Ketupat ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya dijajakan di pinggir-pinggir jalan, di pasar dengan sayurnya dan dikenal dengan sebutan ketupat sayur.
Ketupat sayur ini banyak digemari. Biasanya untuk sarapan pagi. Apalagi di hari lebaran seperti sekarang ini, banyak keluarga yang menyajikan ketupat beserta opor bagi sanak keluarganya.
Ungkapan Budaya Ternyata ketupat itu memiliki asal usul dan filosofi mengenai budaya ketimuran di Indonesia. Ketupat sebagai karya budaya dikaitkan dengan suatu hasil dengan beraneka macam bentuk.
Sedang ketupat sebagai ungkapan budaya adalah merupakan simbol yang di dalamnya terkandung manka dan pesan tentang kebaikan. Sebagai ungkapan budaya, ketupat antara lain memberikan makna dan pesan.
Misalnya, salah satu maknanya adalah, bahwa ketupat terdiri dari beras yang dibungkus janur, Nah, beras itu ternyata adalah simbol nafsu dunia. Sedangkan janur, dalam bahasa Jawa adalah akronim dari ëjatining nurí atau bisa diartikan hati nurani.
Jadi ketupat adalah simbolik dari nafsu dunia yang dapat ditutupi oleh hati nurani. Pesan yang terkandung, kira-kira adalah setiap orang itu harus bisa mengendalikan diri, yaitu menutupi nafsu-nafsu dunia dengan hati nurani.
Dalam filosofi Jawa yang lain, kupat berarti ëngaku lepatí atau mengakui kesalahan. Tindakan ëngaku lepatí ini jadi kebiasaan yang sekarang selalu kita lakukan pada tanggal 1 syawal, yaitu bermaaf-maafan dengan keluarga atau tetangga dan teman-teman.
Masih dari filosofinya orang Jawa, kupat erat kaitannya dengan tanggal 1 syawal kan? Nah, kupat disini dapat diartikan dengan ëlaku papatí atau empat tindakan. Laku papat itu adalah lebaran, luberan, leburan dan laburan.
Maksud dari keempat tindakan tersebut, yang pertama, lebaran, dari kata lebar yang berarti selesai. Ini dimaksudkan bahwa 1 Syawal adalah tanda selesainya menjalani puasa, maka tanggal itu biasa disebut dengan Lebaran.
Lalu luberan, berarti melimpah, ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah, sehingga tumpah ke bawah. Ini simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sodaqoh dengan ikhlas seperti tumpahnya/lubernya air dari tempayan tersebut. Kemudian, leburan, maksudnya adalah bahwa semua kesalahan dapat lebur (habis) dan lepas serta dapat dimaafkan pada hari tersebut.
Yang terakhir adalah laburan. Di Jawa, labur (kapur) adalah bahan untuk memutihkan dinding. Ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri lahir dan batin.
Jadi setelah melaksanakan leburan (saling maaf memaafkan) dipesankan untuk menjaga sikap dan tindak yang baik, sehingga dapat mencerminkan budi pekerti yang baik pula.
Gantung Ketupat Sedangkan ketupat dalam bahasa Sunda juga disebut kupat, yang memberikan pesan agar seseorang jangan suka ìngupatî atau membicarakan hal-hal buruk orang lain.
Selain itu, ada lagi tradisi unik yang kini sudah sangat jarang ditemukan. Selain simbol maaf, ada yang percaya kalau ketupat dapat menolak bala. Caranya dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan rumah.
Biasanya ketupat digantung bersamaan dengan pisang. Ketupat ini digantungkan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan sampai kering hingga Lebaran tahun berikutnya.
Tapi tradisi menggantungkan ketupat yang kental nuansa mistisnya ini, kini sudah sangat jarang ditemukan. Percaya atau tidak, tapi itulah filosofi dan tradisi dari budaya Indonesia.
Untuk membuat ketupat, terutama anyamannya, diperlukan daya kreatif tersendiri agar dapat menghasilkan kantong-kantong anyaman janur yang memiliki nilai seni.
Memang tidak semua orang dapat membuat ketupat dan untuk dapat membuat perlu belajar menganyamnya. Dilihat dari segi bentuknya, ketupat mempunyai nilai seni. Dengan demikian, ketupat menjadi karya seni budaya seorang. Ketupat merupakan tradisi dan makanan khas Indonesia, karena itu tidak akan bisa ditemui pada tardisi-tradisi umat Islam selain Indonesia.
Ketupat, adalah salah satu makanan tradisional dari banyak ragam yang ada dan terasa lebih nikmat juga istimewa, ketika disajikan di hari Lebaran, di saat kita telah satu bulan lamanya berpuasa memenuhi kewajiban sebagai orang yang bertakwa.
Maka Lebaran tanpa ketupat ibarat seperti sayur tanpa garam, terasa hambar manakala makanan yang satu ini tidak ikut memeriahkan suasana kembalinya kita ke ke fitrian, fitrah sebagai manusia pada mula dicipta.
Masyarakat Jawa tentu mengenal jenis makanan ketupat ini, yang dalam bahasa Jawa disebut kupat. Ketupat adalah makanan yang dibuat dari beras dan dimasukkan ke dalam anyaman pucuk daun kelapa (janur) berbentuk kantong, kemudian ditanak dan dimakan sebagai pengganti nasi. Ketupat ini dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya dijajakan di pinggir-pinggir jalan, di pasar dengan sayurnya dan dikenal dengan sebutan ketupat sayur.
Ketupat sayur ini banyak digemari. Biasanya untuk sarapan pagi. Apalagi di hari lebaran seperti sekarang ini, banyak keluarga yang menyajikan ketupat beserta opor bagi sanak keluarganya.
Ungkapan Budaya Ternyata ketupat itu memiliki asal usul dan filosofi mengenai budaya ketimuran di Indonesia. Ketupat sebagai karya budaya dikaitkan dengan suatu hasil dengan beraneka macam bentuk.
Sedang ketupat sebagai ungkapan budaya adalah merupakan simbol yang di dalamnya terkandung manka dan pesan tentang kebaikan. Sebagai ungkapan budaya, ketupat antara lain memberikan makna dan pesan.
Misalnya, salah satu maknanya adalah, bahwa ketupat terdiri dari beras yang dibungkus janur, Nah, beras itu ternyata adalah simbol nafsu dunia. Sedangkan janur, dalam bahasa Jawa adalah akronim dari ëjatining nurí atau bisa diartikan hati nurani.
Jadi ketupat adalah simbolik dari nafsu dunia yang dapat ditutupi oleh hati nurani. Pesan yang terkandung, kira-kira adalah setiap orang itu harus bisa mengendalikan diri, yaitu menutupi nafsu-nafsu dunia dengan hati nurani.
Dalam filosofi Jawa yang lain, kupat berarti ëngaku lepatí atau mengakui kesalahan. Tindakan ëngaku lepatí ini jadi kebiasaan yang sekarang selalu kita lakukan pada tanggal 1 syawal, yaitu bermaaf-maafan dengan keluarga atau tetangga dan teman-teman.
Masih dari filosofinya orang Jawa, kupat erat kaitannya dengan tanggal 1 syawal kan? Nah, kupat disini dapat diartikan dengan ëlaku papatí atau empat tindakan. Laku papat itu adalah lebaran, luberan, leburan dan laburan.
Maksud dari keempat tindakan tersebut, yang pertama, lebaran, dari kata lebar yang berarti selesai. Ini dimaksudkan bahwa 1 Syawal adalah tanda selesainya menjalani puasa, maka tanggal itu biasa disebut dengan Lebaran.
Lalu luberan, berarti melimpah, ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah, sehingga tumpah ke bawah. Ini simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sodaqoh dengan ikhlas seperti tumpahnya/lubernya air dari tempayan tersebut. Kemudian, leburan, maksudnya adalah bahwa semua kesalahan dapat lebur (habis) dan lepas serta dapat dimaafkan pada hari tersebut.
Yang terakhir adalah laburan. Di Jawa, labur (kapur) adalah bahan untuk memutihkan dinding. Ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri lahir dan batin.
Jadi setelah melaksanakan leburan (saling maaf memaafkan) dipesankan untuk menjaga sikap dan tindak yang baik, sehingga dapat mencerminkan budi pekerti yang baik pula.
Gantung Ketupat Sedangkan ketupat dalam bahasa Sunda juga disebut kupat, yang memberikan pesan agar seseorang jangan suka ìngupatî atau membicarakan hal-hal buruk orang lain.
Selain itu, ada lagi tradisi unik yang kini sudah sangat jarang ditemukan. Selain simbol maaf, ada yang percaya kalau ketupat dapat menolak bala. Caranya dengan menggantungkan ketupat yang sudah matang di atas kusen pintu depan rumah.
Biasanya ketupat digantung bersamaan dengan pisang. Ketupat ini digantungkan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan sampai kering hingga Lebaran tahun berikutnya.
Tapi tradisi menggantungkan ketupat yang kental nuansa mistisnya ini, kini sudah sangat jarang ditemukan. Percaya atau tidak, tapi itulah filosofi dan tradisi dari budaya Indonesia.
Untuk membuat ketupat, terutama anyamannya, diperlukan daya kreatif tersendiri agar dapat menghasilkan kantong-kantong anyaman janur yang memiliki nilai seni.
Memang tidak semua orang dapat membuat ketupat dan untuk dapat membuat perlu belajar menganyamnya. Dilihat dari segi bentuknya, ketupat mempunyai nilai seni. Dengan demikian, ketupat menjadi karya seni budaya seorang. Ketupat merupakan tradisi dan makanan khas Indonesia, karena itu tidak akan bisa ditemui pada tardisi-tradisi umat Islam selain Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar