Week end kali ini adalah week end terakhir sebelum memasuki bulan puasa, ane dan temen temen ane merencanakan touring yang agak ekstrem, hari Sabtu naik ke Kawah Ijen di banyuwangi, dan Minggu nya mendaki gunung Bromo.
Kami berangkat dari mataram hari jumat sore menggunakan mobil sewaan (Toyota Avanza) dengan tarif tiga ratus ribuan sehari, di mataram cukup sulit juga mencari sewaan mobil yang bisa dibawa ke luar Pulau. Perjalanan diawalai dengan menuju Pelabuhan Lembar untuk menyeberang ke Pulau Bali, dengan membayar uang Rp 659.000,00 . Nih ane foto tiketnya :
Sekitar 4 jam lebih kami terombang ambing oleh ganasnya ombak, hingga akhirnya kami sampai di Pelabuhan Padangbai, Bali. Kami langsung menuju daerah Sanur dulu, karena ada rekan kami yang menumpang ke daerah sanur. Setelah sampai di hotelnya, kami langsung cabut menuju pelabuhan gilimanuk. Perjalanan sekitar tiga jam menggunakan mobil, dengan beristirahat sekali untuk sholat. Setelah sampai di Pelabuhan Gilimanuk, kami menyeberang ke Pelabuhan Ketapang dengan membayar Rp 114.000,00 per mobil. tidak sampai satu jam kami sampai di pelabuhan Ketapang.
Kami langsung melanjutkan perjalanan ke Kawah Ijen, dengan melewati Jalur Banyuwangi - Licin - Jambu - Paltuding. Dari banyuwangi sampai licin sih jalannya halus bener, sampai pada suatu saat, jalanan mulai menanjak dan berkelak kelok, kami kebingunagan saat melewati pertigaan, kami pun tanya orang sekitar, kami dikasih tahu, ambil jalan yang menanjak aja. Kami pun melanjutkan perjalanan, sampai kami melihat Papan Penunjuk arah "Kawah Ijen 17 KM lagi". Wooow, ternyata masih jauuuh sekali bro.. dan yang paling ane sesalkan dari akses wisata, kebanyakan jalan nya rusak, dan yang kami lalui ini bukan hanya rusak, tapi super ancur, melebihi kehancuran jalur menuju Tanjung Ringgit (baca postingan sebelumnya).
Jalanan semakin parah, dan kami pun sempat pesimis, mau balik udah terlalu jauh, nanggung, akhirnya kami meneruskan perjalanan dengan penyiksaan sepanjang perjalanan. Mobil avanza kami seakan tak kuasa menerjang batu batu di medan yang menanjak, dan sampai di suatu belokan menanjak, mobil kami stagnan, tak kuasa menanjak. Kami langsung turun, ane cari batu dan menaruh di belakan roda untuk mengganjal
Kami coba lagi menjalankan mobil, satu sopir mengendarai, yang lain, empat orang mendorong, ah tapi apa daya, kami gagal, roda ban sudah mulai halus bergesekan dengan batu. Dan asap dari kampas kopling udah banyak sekali mengepul. kemudian datang mobil dari belakang, karena suasana gelap gulita (pagi buta di tengah hutan), kami pun memberi isyarat dengan senter, mobil itu tetap menancap gas dan akhirnya berhenti di belakang mobil kami, begitu pula mobil di belakangnya, jadi ada dua mobil di belakang mobil kami yang ikut stagnant.
Berbagai cara kami lakukan untuk menjalankan mobilnya dengan dibantu beberapa warga penambang belerang yang lewat menggunakan motor menuju ijen, sampai akhirnya sopir di belakang mobil kami marah marah, misuh misuh, tanpa memberikan solusi. Beberapa saat kemudian munculah sesosok dewa penolong (lebay), dia langsung menaiki mobil kami dan mengambil alih kendali, kami semua bertugas mendorong mobil, dengan hanya dua kali percobaan, mobil kami pun lolos dari jebakan bebatuan di curamnya jalan di tengah hutan ini.
Akan tetapi derita tak berakhir disini, dia bilang di depan ada tanjakan lagi, lebih curam dan lebih sadis dari ini, dia bilang kalo kami pasti tidak dapat melewatinya, tapi dia menawarkan pertolongan. Dan kami pun langsung setuju. Di tanjakan berikutnya, dia juga yang memegang kendali, setelah semuanya siap, dia langsung menancap gas, dia sambil bilang "Begini mas teorinya, ada tekniknya mas, saya yakin mas nya gak bisa, karena belum mengenal medannya". Kami pun terheran heran, kaget, sementara jantung ini berdegup dengan kencangnya, siapa sangka, ternyata tekniknya adalah menyetir secara brutal, langsung tancap gas. Kesalahan kami sebelumnya adalah kami terlalu pelan, maklum saja kami khan baru pertama kali lewat jalan ini. Hingga sampai di jalan yang landai, beliau menyerahkan kendali kembali ke temen ane, dan janjian ketemu di Paltuding (lokasi parkiran).
Alhamdulilah, setelah melewati perjuangan yang berat, kami sampai juga di Paltuding yang merupakan kaki Ijen, dimana pengunjung bisa memarkirkan kendaraannya. Kami pun bertemu lagi dengan dewa penolong tadi, setelah mengobrol2 cukup lama, kami memberi sedikit uang sebagai ungkapan terima kasih kami
Istirahat sebentar, sambil mempersiapkan segala perlengkapan, berupa kaos tangan, kaos kaki, dan tentu saja Kamera. Beuhh udara di sini dingin sekali, sampai keluar asap dari mulut kami. Sebelum naik, kami harus lapor dulu ke pos, dan membayar tiket masuk dua ribu rupiah, karcis ijin memfoto tiga ribu rupiah dan asuransi dua ribu rupiah. Tidak lupa kami foto foto dulu sebelum naek. Ini nih fotonya:
Perjalanan akan kami tempuh sepanjang tiga kilometer dengan medan berupa tanah dan menanjak dengan kemiringan yang cukup curam. Setengah perjalanan berupa tanjakan tanjakan yang cukup curam, sangat menguras tenaga, apalagi oksigen serasa semakin menipis, susah bernapas. Sampai kami sampai di rumah bundar, berupa rumah tua, seperti peninggalan penjajah yang difungsikan sebagai pemancar radio, karena di sampingnya ada tower tinggi lengkap dengan kabel kabelnya, sepertinya masih berfungsi. Di situ kami istirahat sambil foto foto.
Perjalanan kami lanjutkan kembali, masih setengah perjalanan, akan tetapi kali ini lebih banyak landainya, dan pemandangan gunung gunung di sekeliling sangat indah berselimutkan awan tebal, Subhanallah, indah sekali.
Hingga akhirnya kami sampai juga di puncak nya. Woooow, indah sekali.. Lukisan Tuhan ini sangat indah. Selain turis lokal, di sini juga banyak Bule bule, lumayan rame juga hari ini ditambah lalu lalang para penambang yang memikul belerang. Lansung deh kami foto foto. Berikut foto kegiatan penambangan :
Foto Foto Kawah Ijen:
Setelah puas berfoto foto dan beristirahat, kami pun turun ke lokasi parkiran. Dan perjalanan pun dilanjutkan menuju Malang melalui Jalur yang lain yaitu Paltuding - Sempol - Tapen - Wonosari - Bondowoso. Jalan nya pun tak kalah rusaknya dengan jalur lewat Banyuwangi, tapi jalur ini landai, tidak curam, sehingga kami tak banyak menemui kesulitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar